Judul “Darurat Buku di Indonesia” tersebut muncul di sebuah media cetak koran harian nasional pada 17 Mei 2022 sebagai refleksi Hari Perpustakaan dan Buku Nasional.
Diluncurkannya Hari Buku Nasional Indonesia dimaksudkan agar ekosistem perbukuan di Indonesia bisa melaju pesat. Namun tantangan dunia perbukuan di Indonesia ini akan semakin berat jika tetap mengandalkan cara lama dengan menggunakan buku cetak. Biaya untuk percetakan, penggandaan dan distribusi ke seluruh penjuru Indonesia tidaklah murah dan mudah karena letak geografi Indonesia. Bagaimana ekosistem perbukuan dapat melaju pesat jika puluhan juta anak Indonesia harus menunggu datangnya buku cetak?
Mari kita coba untuk melakukan hitung-hitungan karena salah satu faktor penghambat literasi membaca anak Indonesia bukanlah kemalasan tapi juga akses akan buku-buku itu sendiri. Misal jumlah siswa SD – SMA di seluruh Indonesia berjumlah 50 juta dan mereka disuruh untuk membaca sebuah buku saja dengan biaya produksi senilai Rp 10.000. Total produksi saja sudah menelan 500 Miliar dan belum termasuk biaya distribusi. Jumlah yang sangat fantastis namun tidak efisien untuk pemerataan buku cetak di Indonesia.
Teknologi hadir sebagai solusi untuk ketidakefektifan buku cetak yang mahal dan sulit distribusinya. Teknologi berkembang terus dan dunia digital sudah tiba: mau tidak mau, suka tidak suka, cepat atau lambat semua akan menuju ke digital untuk pemerataan dan efisiensi. Tidak terkecuali dunia perbukuan dan relasinya yaitu perpustakaan. Pemanfaatan teknologi melalui perpustakaan digital harus segera dilakukan agar anak-anak Indonesia memiliki akses yang mudah dan tidak tertinggal untuk literasi membacanya.
Dengan memanfaatkan teknologi digital untuk dunia perpustakaan Indonesia, manfaat dan keuntungan yang didapat antara lain:
- Biaya penggandaan buku = NOL rupiah, akan digandakan 50 juta kali pun tak ada biaya sama sekali
- Distribusi sangat mudah dan cepat, dengan memanfaatkan internet maka sebuah buku bisa digandakan dalam hitungan menit dari lokasi di seluruh Indonesia.
- Akses anak-anak untuk mendapatkan bahan membaca akan berlimpah dan masih banyak lagi keuntungannya.
Dengan 3 kelebihan utama di atas, sudah cukup alasan bagi kita untuk segera memanfaatkan teknologi untuk membangun perpustakaan yang berbasis digital.
Kipin Indonesia, sebuah edtech anak negeri (100% Indonesia), beberapa waktu yang lalu meluncurkan sebuah alat portabel yg dinamakan: KIPIN CLASSROOM. Kipin Classroom akan menjadi solusi dunia perbukuan dan perpustakaan Indonesia yang bermanfaat sebagai server perpustakaan digital yang ideal dijadikan infrastruktur untuk sekolah, balai desa, perpustakaan keliling, ruang publik, dan banyak lainnya.
Kipin Classroom berwujud kecil dan handy sehingga mudah dibawa kemana-mana yang di dalamnya telah tersedia ribuan buku, video, latihan soal dan bacaan literasi yang sangat dibutuhkan oleh 50 juta anak-anak di seluruh Indonesia sebagai literasi pembelajaran yang mendidik. Tidak hanya dapat dimanfaatkan sebagai perpustakaan digital di kota-kota besar, Kipin Classroom cocok dimanfaatkan di wilayah Indonesia manapun karena pengoperasiannya tidak membutuhkan jaringan internet. Didukung dengan fitur Download&Go, buku atau konten lainnya dapat sekali diunduh untuk selanjutnya dapat dimanfaatkan tanpa perlu mengembalikan. Semua proses untuk mengakses konten-konten dalam Kipin Classroom tidak membutuhkan biaya sama sekali sehingga pemerataan pendidikan dan literasi membaca akan berjalan dengan lebih efisien.
Sudah seharusnya semua sekolah, perpustakaan daerah, perpustakaan keliling, balai desa dan lain-lain untuk segera memanfaatkan produk karya 100% Indonesia ini secepatnya agar budaya literasi di Indonesia bisa meningkat dengan cepat & Indonesia tidak tertinggal dari negara-negara lain.
Info tentang Kipin Classroom:
http://kipin.id