Sebutan guru professional sejak zaman dahulu hingga kini, masih sering disebut-sebut atau digunakan. Guru professional yang harus memiliki empat kompetensi masing-masing kompetensi paedagogi, professional, kepribadian dan sosial itu masih menjadi harapan bagi pengembangan dunia pendidikan di tanah air. Harapan yang sudah sangat lama ditanam, bagai belum berbuah. Sejak para founding father negeri ini membangun grand design kemerdekaan Indonesia yang dituangkan dalam Pembukaan UUD 1945 hingga pada tujuan pembangunan nasional dan tujuan pendidikan nasional yang menempatkan guru pada kunci pembangunan bangsa. Jangankan membereskan pendidikan secara umum, membangun kapasitas guru secara professional saja masih kalang kabut. Sayang sekali bila masih belum membawa hasil yang optimal, karena pengembangan kapasitas guru tertinggal oleh kemajuan zaman.
Zaman terus berubah dengan pesatnya, sementara kondisi guru masih jalan di tempat. Padahal temuan-temuan, hasil kaji dan produksi teknologi modern telah dengan cepat mengubah ruang, pola kehidupan, perilaku dan gaya hidup setiap generasi. Gelegar perubahan zaman yang begitu pesat dan cepat itu, dunia pendidikan dituntut mampu mengimbangi perubahan zaman. Untuk itu, dunia pendidikan semakin membutuhkan tenaga-tenaga edukasi yang andal, yang disebut professional itu.
Sayangnya, dunia pendidikan kita seperti masih belum siap mengantisipasi perubahan dan tuntutan zaman tersebut. Ketidaksiapan itu terlihat pada banyak hal dari pembangunan pendidikan. Selain kesiapan sarana dan prasarana pendidikan yang mampu mengejar kecepatan lajunya perkembangan teknologi yang sudah melahirkan anak-anak generasi Z itu.
Generasi internet
Generasi Z yang kita kenal sebagai orang-orang yang lahir di generasi internet, generasi yang sudah menikmati keajaiban teknologi usai kelahiran internet. Generasi yang berkembang dengan sangat pesat. Ya, bagaimana dengan lembaga pendidikan kita yang masih dominan dari generasi Y dan X. Akan sangat berbahaya, bila para guru generasi X tidak siap menghadapi kemajuan gaya hidup generasi Z. Karena, para pengelola pendidikan masih dikelola oleh para generasi old, generasi X yang rata-rata gagap teknologi. Akibatnya, terjadi gap atau jurang yang dalam antara guru dan peserta didik. Di mana guru atau tenaga pendidikan bergerak dan berpikir dalam pola zaman old, sementara peserta didik bergerak dan berfikir dalam pola milenial yang sangat cepat menguasai teknologi digital.
Kondisi ini menjadi tidak sehat, menjadi tantangan bagi para guru zaman old. Kondisi ini pula menempatkan para pendidik pada posisi yang gamang. Gamang menghadapi cepatnya perubahan yang terjadi pada anak-anak generasi milenial dan generasi Z yang berlari sangat kencang, ditambah dengan kencangnya perubahan perilaku dan kepribadian yang disebabkan oleh semakin bebasnya perubahan nilai moral, sosial dan budaya baru, di mana moralitas, budi pekerti dan akhlak kian tergerus pupus. Artinya, ketika anak-anak milenial dan generasi X menguasai segala kemajuan teknologi informasi dan komunikasi, tidak gagap teknologi, membuat anak-anak berkembang lebih cepat dibanding usia. Perkembangan pengetahuan dan ketrampilan dalam menggunakan teknologi digital, memungkinkan peserta didik belajar lebih cepat dibandingkan para guru. Sehingga, pengetahuan anak didik bisa lebih luas, apalagi ketika semangat dan kemauan belajar para guru yang lahir di generasi X rendah. Maka guru bisa tertinggal, tergilas zaman.
Hal lain yang tidak kalah menggalaukan kita adalah ketika kecepatan kemampuan anak-anak milenial dan generasi Z menguasai teknologi digital, ketika mereka tidak dibekali dengan keimanan dan akhlak mulia, sehingga banyak yang terjebak pada hal-hal yang disebut dekadensi moral. Perkembangan peserta didik yang tidak terkontrol dengan baik dan bijak, akan melahirkan anak generasi milenial dan generasi Z yang bermoral rendah. Bila moralitas kalah, maka ini menjadi tantangan berat bagi guru dan masyarakat bangsa.
Semakin kompleks
Jadi, tantangan guru di era milenial dan generasi Z menjadi semakin berat. Apalagi kalau guru yang lahir di zaman generasi X dituntut untuk mengimbangi cepatnya perubahan gaya hidup dan kemampuan anak-anak generasi Z yang dibesarkan dengan teknologi digital, guru memang tidak bisa tinggal diam. Tantangan guru di era milenial dan generasi Z menjadi semakin kompleks. Karena semua berubah dengan begitu cepat, tanpa mampu difilterisasi oleh guru di sekolah.
Para guru yang lahir dari generasi X penting sekali mengetahui perilaku generasi Z bila ingin sukses dalam mengajar dan mendidik generasi ini. Sebagai generasi yang kahir dan dibesarkan dalam era digital, anak-anak sebagai peserta didik akan sangat dekat dengan media sosial, dan produk teknologi internet tersebut. Aulai Adam dalam tulisannya “Selamat tinggal generasi milenial, Selamat datang generasi Z” di tirto.com edisi 12 April 2017 menulis sebagai berikut. “Sejauh ini, Generasi Z dikenal sebagai karakter yang lebih tidak fokus dari milenial, tapi lebih serba-bisa; lebih individual, lebih global, berpikiran lebih terbuka, lebih cepat terjun ke dunia kerja, lebih wirausahawan, dan tentu saja lebih ramah teknologi.
Kedekatan generasi ini dengan teknologi sekaligus membuktikan masa depan sektor tersebut akan semakin cerah di tangan mereka. Dari segi ekonomi, menurut survei Nielsen, Generasi Z sudah memengaruhi perputaran ekonomi dunia sebagai 62 persen konsumen pembeli produk elektronik. Ini dipengaruhi oleh kehidupan mereka yang sudah serba terkoneksi dengan internet.
Pertanyaan kita selanjutnya adalah bagaimana di dunia pendidikan? Perubahan apa yang akan dihadapi oleh para guru di lembaga-lembaga pendidikan? Bukankah ketika perilaku generasi Z yang berubah begitu cepat dan sangat dipengaruhi oleh teknologi informasi dan komunikasi yang membuat mereka sangat terfokus pada teknologi digital. Ya, Generasi Z, lanjut Aulia Adam, adalah generasi paling berpengaruh, unik, dan beragam dari yang pernah ada,” kata Blakley dalam wawancaranya dengan Forbes.
Jadi tantangannya cukup besar dan berat bukan? Maka kiranya, guru di lembaga-lembaga pendidikan memang harus berbenah dengan cepat bila ingin sukses mengajar dan mendidik anak-anak generasi milenial serta generasi Z yang sangat menantang tersebut. Para guru harus mau dan dengan sungguh-sungguh meningkatkan kapasitas pengetahuan, harus banyak dan rajin membaca perkembangan zaman. Para guru juga harus menguasai metode pembelajaran yang sesuai dengan kemajuan media pembelajaran yang serba computer. Dengan demikian pula guru dituntut mampu mengoperasikan teknologi digital secara terampil dan menarik. Bukan hanya itu, sejalan dengan perubahan moralitas anak, para guru juga harus lebih siap mental menghadapi perubahan tersebut.
Para guru selayaknya menyadari dengan sungguh-sungguh bahwa menjadi guru di era milenial dan pada generasi Z, adalah guru yang menguasai pengetahuan yang mumpuni tentang pelajaran yang diasuh, menguasai teknologi digital, memiliki pengetahuan dan perilaku yang lebih bermoral sebagai teladan bagi anak-anak di sekolah. Pendek kata, menjadi guru di era milenial dan mengajar anak-anak generasi Z, para guru adalah sosok yang harus memahami perkembangan perilaku anak-anak milenial dan generasi Z. Oleh sebab itu. Jangan tunda-tunda lagi waktu berbenah diri.
Penulis: Tabrani Yunis
Pimpinan Redaksi Majalah Anak Cerdas, berdomisili di Banda Aceh